HUKUM ASURANSI
A.
Dasar
Hukum Asuransi
1) KUH Perdata
Asuransi merupakan sebuah perikatan, maka sebagai dasar
hukum pertama adalah KUH Perdata, terutama pasal 1320. Juga pasal 1774 KUH
Perdata, yang berbunyi “Suatu perbuatan yang hasilnya mengenai untung
ruginya, baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak, tergantung kepada
suatu kejadian yang belum tentu, demikian juga persetujuan pertanggungan yang
diatur dalam kitab undang-undang hukum dagang.”[1]
Dari perumusan tersebut, dapat dimengerti bahwa orang
bersedia membayar kerugian yang sedikit untuk masa sekarang agar bisa
menghadapi kerugian-kerugian besar yang mungkin terjadi pada waktu mendatang.
Kerugian-kerugian ini akan dipindahkan kepada perusahaan asuransi.
2) Kitab Undang-undang Hukum Dagang
(KUHD)
Terdapat dua cara pengaturan asuransi dalam KUHD, yaitu
pengaturan yang bersifat umum dan pengaturan yang bersifat khusus.
Pengaturan yang bersifat umum terdapat dalam buku I Bab 9 Pasal 146-286 KUHD
yang berlaku bagi semua jenis asuransi, baik yang sudah diatur dalam KUHD
maupun yang diatur di luar KUHD, kecuali jika secara khusus ditentukan lain.
Pengaturan yang bersifat khusus terdapat dalam Buku I Bab 10 pasal 287-308 KUHD
dan Buku II Bab IX dan Bab X pasal 592-695 KUHD dengan rincian sebagai berikut:
a)
Bab IX. Asuransi atau pertanggungan pada umumnya, pengaturannya mulai dari
pasal 246-286
b)
Bab X. Asuransi atau pertanggungan terhadap bahaya-bahaya kebakaran, terhadap
bahaya-bahaya yang mengancam hasil pertanian yang belum dipaneni, dan tentang
pertanggungan jiwa.
i)
Bagian 1. Pertanggungan Terhadap Bahaya Kebakaran Pengaturannya Mulai Pasal
287-298 KUHD
ii)
Bagian 2. Pertanggungan Terhadap Bahaya yang Mengancam Hasil Pertanian yang
Belum Dipaneni. Pengaturannya Mulai Pasal 299-301 KUHD
iii)
Bagian 3. Pertanggungan Jiwa. pengaturannya mulai pasal 302-308 KUHD
iv)
Asuransi pengangkutan laut dan perbudakan pasal 592-685 KUHD
v)
Asuransi pengangkutan darat, sungai dan perairan pedalaman pasal 686-695 KUHD.
Pengaturan asuransi dalam KUHD mengutamakan segi keperdataan
yang didasarkan kepada perjanjian antara tertanggung dan penanggung. Perjanjian
tersebut menimbulkan kewajiban dan hak tertanggung dan penanggung secara timbal
balik. Sebagai perjanjian khusus, asuransi dibuat secara tertuis dalam bentuk
akta yang disebut polis asuransi. Pegaturan asuransi dalam KUHD meliputi
substansi asas-asas asuransi, perjanjian asuransi, unsur-unsur asuransi, syarat-syarat asuransi dan jenis-jenis asuransi.
3) Undang-undang No. 2 tahun 1992
tentang Usaha Perasuransian Jika KUHD mengutamakan pengaturan asuransi dari
segi keperdataan, maka Undang-undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha
Perasuransian lebih mengutamakan pengaturan asuransi dari segi bisnis, yakni
menjalankan usaha perasuransian harus sesuai dengan aturan hokum perasuransian
dan perusahaan yang berlaku; dan publik administratif, maksudnya kepentingan
masyarakat dan Negara tidak boleh dirugikan. Jika hal dilanggar, maka
pelanggaran tersebut diancam dengan saksi pidana dan saksi administratif,
sesuai dengan PP No. 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian.
Adapun secara stratifikasi peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang usaha peransuransian dan perusahaan reasuransi, serta tentang
perizinan dan penyelenggaraan usaha perusahaan penunjang usaha asuransi dapat
ditulis sebagai berikut:
1)
Undang-undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Peransuransian
2)
Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha
Peransuransian
3)
Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 1999 tentang Perubahab Atas PP No. 73 Tahun
1992
4)
Keputusan Menteri Keuangan No. 223/KMK.017/1993 tentang Perizinan Usaha
Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
5)
Keputusan Menteri Keuangan No. 225/KMK.017/1993 tentang Penyelenggaraan Usaha
Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
6)
Keputusan Menteri Keuangan No. 481/KMK.017/1999 tentang Kesehatan Kuangan
Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
Keputusan Menteri Keuangan No. 226/KMK.017/1993
tentang Perizinan dan penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan
Reasuransi.
B.
Penggolongan
Asuransi
Pengelompokan atau penggolongan asuransi dijelaskan pada
pasal 1774 KUH Perdata. Penggolongan tersebut didasarkan pada bunga selama
hidup seseorang dalam perjanjian untung-untungan atau perjudian
(konsovereendkomst). Asuransi dapat dikatakan sebagai pejanjian untung-untungan
karena mengandung unsur kemungkinan, dimana kewajiban penanggung untuk
menggantikan kerugian yang diderita oleh tertanggung tersebut digantungkan pada
ada atau tidaknya suatu peristiwa yang tidak tentu atau tidak pasti (peristiwa
yang belum tentu terjadi). Secara umum, asuransi dapat dikelompokkan
berdasarkan jenis usaha, perjanjian, dan sifat pelaksanaanya. Berikut akan
dibahas satu per satu.
1. Berdasarkan jenis usaha asuransi
a. Asuansi kerugian (non-life
insurance)
Adalah jenis usaha asuransi yang memberikan jasa dalam
penanggulangan risiko atas kerugian, kehilangan manfaat, dan tanggung jawab
hukum kepada pihak ketiga yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti. Jenis
asuransi ini terdapat pada asuransi kebakaran pada bangunan, asuransi
pengangkutan pada angkutan pelayaran, dan asuransi kehilangan pada kendaraan
bermotor.
b. Asuransi jiwa (live insurance)
Adalah jenis usaha asuransi berupa jasa yang diberikan
oleh pihak penanggung dalam mengatasi risiko yang dikaitkan dengan jiwa
seseorang, misallnya, meninggal dnia dan cacat akibat kecelakaan atau sebab
lainnya. Untuk risiko kematian, pihak yang mendapatkan santunan adalah ahli
waris dari pihak tertanggung.
c. Reasuransi (reinsurance)
Adalah jenis asuransi yang menggunakan sistem penyebaran
risiko. Yakni, penanggung menyebarkan seluruh atau sebagian risiko dari jumlah
pertanggungan kepada pihak penanggung lainnya. Tujuan reasuransi adalah
mengaasi kemungkinan kegagalan menanggung klaim dari tertanggung.
2. Berdasarkan perjanjian
a. Asuransi kerugian
Adalah jenis asuransi yang memberikan penggantian
kerugian yang mungkin timbul pada harta kekayaan tertanggung. Contoh jenis
asuransi ini adalah asuransi kebakaran.
b. Asuransi jumlah
Adalah pembayaran sejumlah uang tertentu, tanpa melihat
adanya kerugian. Contoh jenis asuransi ini adalah asuransi pendidikan anak.
Selain itu terdapat jenis asuransi yang merupakan kombinasi antara asuransi
kerugian dan asuransi jumlah. Contonya adalah asuransi kecelakaan dan asuransi
kesehatan.
3. Berdasarkan sifat pelaksana
a. Asuransi sukarela
Adalah pertanggungan yang dilakukan dengan cara sukarela.
Artinya, asuransi dilakukan karena adanya suatu keadaan ketidakpastian atau
kemungkinan terjadi risiko kerugian. Contoh jenis asuransi ini adalah asuransi
kebakaran, asuransi ridiko pada kendaraan, asuransi jiwa, dan asuransi
pensisikan.
b. Asuransi wajib
Adalah asuransi yang mempunyai sifat wajib atau harus
diikuti oleh semua pihak yang berkaitan dengan peraturan perundang-undangan
atau ketentuan pemerintah. Contoh jenis asuransi ini adalah asuransi jaminan
sosial tenaga kerja (jamsostek) dan asuransi kesehatan (akses). Asuransi yang
sifatnya wajib juga belaku bagi penerima kredit di perbankan nasional berupa
pertanggunagan atas jaminan yang diberikan kepada pihak bank. Jaminan ini
berupa barang bergerak dan tidak bererak, yang sewaktu-waktu dapat tertimpa
resiko yang dapat merugikan pihak bank. Contoh jenis asuransi yang berkaitan
dengan kredit ini adalah asuransi kebakaran bagi jaminan berupa bangunan dan
stok/ persediaan, asuransi jiwa bagi kendaraan.
c. Asuransi kredit
Adalah asuransi yang mempunyai sifat memberikan jaminan
atas pemberian kredit yang dilakukan oleh perbankan. Asuransi ini bertujuan
melindungi pemberi kredit dari risiko gagalnya pengembalian kredit, sehingga
pihak bank dapat erlindungi dari berbagai kasus kredit, baik disengaja maupun
tidak disengaja. Jenis kredit yang dapat dilindungi dengan asuransi kredit
adalah jenis kredit usaha kecil (KUK). Pengelolaan asuransi kredit di Indonesia
dilakukan oleh PT Asuransi kredit Indonesia (PT.Askrindo). dan pihak
tertanggungnya adalah seluruh perbankan nasional yang menyalurkan kredit usaha
kecil (KUK).
C.
Prinsip – Prinsip Asuransi
Dalam dunia asuransi ada 6 macam
prinsip dasar yang harus dipenuhi, yaitu insurable interest, utmost good faith,
proximate cause, indemnity, subrogation dan contribution.
Insurable
Interest
Hak untuk mengasuransikan, yang timbul dari suatu hubungan keuangan, antara tertanggung dengan yang diasuransikan dan diakui secara hukum.
Hak untuk mengasuransikan, yang timbul dari suatu hubungan keuangan, antara tertanggung dengan yang diasuransikan dan diakui secara hukum.
Utmost
good faith
Suatu tindakan untuk mengungkapkan secara akurat dan lengkap, semua fakta yang material (material fact) mengenai sesuatu yang akan diasuransikan baik diminta maupun tidak. Artinya adalah : si penanggung harus dengan jujur menerangkan dengan jelas segala sesuatu tentang luasnya syarat/kondisi dari asuransi dan si tertanggung juga harus memberikan keterangan yang jelas dan benar atas obyek atau kepentingan yang dipertanggungkan.
Suatu tindakan untuk mengungkapkan secara akurat dan lengkap, semua fakta yang material (material fact) mengenai sesuatu yang akan diasuransikan baik diminta maupun tidak. Artinya adalah : si penanggung harus dengan jujur menerangkan dengan jelas segala sesuatu tentang luasnya syarat/kondisi dari asuransi dan si tertanggung juga harus memberikan keterangan yang jelas dan benar atas obyek atau kepentingan yang dipertanggungkan.
Proximate
cause
adalah suatu penyebab aktif, efisien yang menimbulkan rantaian kejadian yang menimbulkan suatu akibat tanpa adanya intervensi suatu yang mulai dan secara aktif dari sumber yang baru dan independen.
adalah suatu penyebab aktif, efisien yang menimbulkan rantaian kejadian yang menimbulkan suatu akibat tanpa adanya intervensi suatu yang mulai dan secara aktif dari sumber yang baru dan independen.
Indemnity
Suatu mekanisme dimana penanggung menyediakan kompensasi finansial dalam upayanya menempatkan tertanggung dalam posisi keuangan yang ia miliki sesaat sebelum terjadinya kerugian (KUHD pasal 252, 253 dan dipertegas dalam pasal 278).
Suatu mekanisme dimana penanggung menyediakan kompensasi finansial dalam upayanya menempatkan tertanggung dalam posisi keuangan yang ia miliki sesaat sebelum terjadinya kerugian (KUHD pasal 252, 253 dan dipertegas dalam pasal 278).
Subrogation
Pengalihan hak tuntut dari tertanggung kepada penanggung setelah klaim dibayar.
Pengalihan hak tuntut dari tertanggung kepada penanggung setelah klaim dibayar.
Contribution
Sedangkan adalah hak penanggung untuk mengajak penanggung lainnya yang sama-sama menanggung, tetapi tidak harus sama kewajibannya terhadap tertanggung untuk ikut memberikan indemnity.
Sedangkan adalah hak penanggung untuk mengajak penanggung lainnya yang sama-sama menanggung, tetapi tidak harus sama kewajibannya terhadap tertanggung untuk ikut memberikan indemnity.
C.
Polis
Asuransi
Polis Asuransi adalah suatu
perjanjian asuransi atau pertanggungan bersifat konsensual (adanya
kesepakatan), harus dibuat secara tertulis dalam suatu akta antara pihak yang
mengadakan perjanjian. Pada akta yang dibuat secara tertulis itu dinamakan
“polis”. Jadi, polis adalah tanda bukti perjanjian pertanggungan yang merupakan
bukti tertulis.
HUKUM DAGANG
A.
Hubungan
Hukum Perdata dengan Hukum Dagang
Hukum
dagang dan hukum perdata adalah dua hukum yang saling berkaitan. Hal ini dapat
dibuktikan di dalam Pasal 1 dan Pasal 15 KUH Dagang. Hukum Perdata adalah
ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam
masyarakat.
Berikut beberapa pengertian dari Hukum Perdata:
1. Hukum Perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang yang lain dengan menitik beratkan pada kepentingan perseorangan
1. Hukum Perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang yang lain dengan menitik beratkan pada kepentingan perseorangan
2. Hukum Perdata adalah ketentuan-ketentuan yang
mengatur dan membatasi tingkah laku manusia dalam memenuhi kepentingannya.
3. Hukum Perdata adalah ketentuan dan peraturan
yang mengatur dan membatasi kehidupan manusia atau seseorang dalam usaha untuk
memenuhi kebutuhan atau kepentingan hidupnya.
Hukum dagang ialah hukum yang mengatur tingkah laku
manusia yang turut melakukan perdagangan untuk memperoleh keuntungan atau hukum
yang mengatur hubungan hukum antara manusia dan badan-badan hukum satu sama
lainnya dalam lapangan perdagangan .Sistem hukum dagang menurut arti luas
dibagi 2 : tertulis dan tidak tertulis tentang aturan perdagangan.
Hukum Dagang Indonesia terutama bersumber pada :
1) Hukum tertulis yang dikodifikasikan :
a. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) atau Wetboek van Koophandel Indonesia (W.v.K)
b. Kitab Undang-Undang Hukum Sipil (KUHS) atau Burgerlijk Wetboek Indonesia (BW)
2) Hukum tertulis yang belum dikodifikasikan, yaitu peraturan perundangan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan (C.S.T. Kansil, 1985 : 7).
1) Hukum tertulis yang dikodifikasikan :
a. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) atau Wetboek van Koophandel Indonesia (W.v.K)
b. Kitab Undang-Undang Hukum Sipil (KUHS) atau Burgerlijk Wetboek Indonesia (BW)
2) Hukum tertulis yang belum dikodifikasikan, yaitu peraturan perundangan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan (C.S.T. Kansil, 1985 : 7).
Sifat hukum dagang yang merupakan perjanjian yang
mengikat pihak-pihak yang mengadakan perjanjian.
Pasal 1 KUH Dagang, disebutkan
bahwa KUH Perdata seberapa jauh dari padanya kitab ini tidak khusus diadakan
penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal yang dibicarakan dalam
kitab ini.
Pasal 15 KUH Dagang, disebutkan
bahwa segala persoalan tersebut dalam bab ini dikuasai oleh persetujuan
pihak-pihak yang bersangkutan oleh kitab ini dan oleh hukum perdata.
Pada awalnya hukum dagang berinduk pada hukum
perdata. Namun, seiring berjalannya waktu hukum dagang mengkodifikasi
(mengumpulkan) aturan-aturan hukumnya sehingga terciptalah Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang ( KUHD ) yang sekarang telah berdiri sendiri atau terpisah dari
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ( KUHPer ).
Antara KUHperdata dengan KUHdagang mempunyai hubungan yang erat. Hal ini dapat dilihat dari isi Pasal 1KUhdagang, yang isinya sebagai berikut:
Adapun mengenai hubungan tersebut adalah special derogate legi generali artinya hukum yang khusus: KUHDagang mengesampingkan hukum yang umum: KUHperdata.
Prof. Subekti berpendapat bahwa terdapatnya KUHD disamping KUHS sekarang ini dianggap tidak pada tempatnya. Hali ini dikarenakan hukum dagang relative sama dengan hukum perdata. Selain itu “dagang” bukanlah suatu pengertian dalam hukum melainkan suatu pengertian perekonomian. Pembagian hukum sipil ke dalam KUHD hanyalah berdasarkan sejarah saja, yaitu karena dalam hukum romawi belum terkenal peraturan-peraturan seperti yang sekarang termuat dalah KUHD, sebab perdagangan antar Negara baru berkembang dalam abad pertengahan.
Antara KUHperdata dengan KUHdagang mempunyai hubungan yang erat. Hal ini dapat dilihat dari isi Pasal 1KUhdagang, yang isinya sebagai berikut:
Adapun mengenai hubungan tersebut adalah special derogate legi generali artinya hukum yang khusus: KUHDagang mengesampingkan hukum yang umum: KUHperdata.
Prof. Subekti berpendapat bahwa terdapatnya KUHD disamping KUHS sekarang ini dianggap tidak pada tempatnya. Hali ini dikarenakan hukum dagang relative sama dengan hukum perdata. Selain itu “dagang” bukanlah suatu pengertian dalam hukum melainkan suatu pengertian perekonomian. Pembagian hukum sipil ke dalam KUHD hanyalah berdasarkan sejarah saja, yaitu karena dalam hukum romawi belum terkenal peraturan-peraturan seperti yang sekarang termuat dalah KUHD, sebab perdagangan antar Negara baru berkembang dalam abad pertengahan.
B.
Berlakunya
hukum Dagang
Sebelum
tahun 1938 hukum dagang hanya mengikat kepada parapedagang saja yang melakukan
perbuatandagang, tetapi sejak tahun 1938 pengertian dagang dirubah
menjadiperbuatan perusaan yang artinya lebih luas sehingga berlaku bagi
setiap pengusaha (perusahaan). Hukum dagang di Indonesia bersumber pada :
·
Hukum tertulis dikodifikasi
·
KUHD
·
KUHP
Perkembangan hukum dagang sebenernya
telah dimulai sejak abad eropa ( 1000/1500 ) yang terjadi di Negara dan
kota-kota di eropa, dan pada zaman itu di Italia dan Prancis Selatan telah
lahir kota-kota sebagai pusat perdagangan, tetapi hukum romawi tidak dapat
menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan perdagangan maka
dibuatlah hukum baru yang berdiri sendiri pada abad 16 & 17, yang disebut
dengan hukum pedagang khususnya mengatur dalam dunia perdagangan dan hukum ini
bersifat Unifikasi. KUHD Indonesia diumumkan dengan publikasi tanggal 30 April
1847, yang mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 1848 KUHD Indonesia itu hanya
turunan belaka dari “Wetboek Koophandel” dari Belanda yang dibuat atas dasar
asas korkondansi ( pasal 131. I.S ).
Pda tahun 1906 kitab III KUHD
Indonesia diganti dengan peraturan kepailitan yang berdiri sendiri di luar
KUHD. Sehingga sejak tahun 1906 Indonesia hanya memiliki 2 kitab KUHD, yaitu
kitab I & kitab I ( C.S.T. Kansil, 1985 : 14 ). Karena asas konkordansi
juga, maka 1 Mei 1948 di Indonesia berasal dari KUHS. Adapun KUHS Indonesia
berasal dari KUHS Netherland pada 31 Desember 1830.
C.
Hubungan
pengusaha dan Pembantu-pembantunya
Pengusaha
(pemilik perusahaan) yang mengajak pihak lain untuk menjalankan usahanya secara
bersama-sama,atau perusahaan yang dijalankan dan dimiliki lebih dari satu
orang, dalam istilah bisnis disebut sebagai bentuk kerjasama. Bagi perusahaan
yang sudah besar, Memasarkan produknya biasanya dibantu oleh pihak lain, yang
disebut sebagai pembantu pengusaha. Secara umum pembantu pengusaha dapat
digolongkan menjadi 2 (dua), yaitu:
a.Pembantu-pembantu pengusaha di
dalam perusahaan, misalnya pelayan toko, pekerja keliling, pengurus fillial,
pemegang prokurasi dan pimpinan perusahaan.
b. Pembantu pengusaha diluar
perusahaan, misalnya agen perusahaan, pengacara, noratis, makelar, komisioner.
D.
Pengusaha
dan Kewajiban
Dalam
menjalankan usahanya tentu saja pengusaha memiliki kewajiban, disamping itu
juga memiliki hak. Berikut merupakan Hak dan Kewajiban yang dimiliki oleh
seorang pengusaha. Hak Pengusaha Berhak sepenuhnya atas hasil kerja pekerja.
Berhak atas ditaatinya aturan kerja oleh pekerja, termasuk pemberian sanksi
Berhak atas perlakuan yang hormat dari pekerja Berhak melaksanakan tata tertib
kerja yang telah dibuat oleh pengusaha Kewajiban Pengusaha Memberikan ijin
kepada buruh untuk beristirahat, menjalankan kewajiban menurut agamanya
Dilarang memperkerjakan buruh lebih dari 7 jam sehari dan 40 jam seminggu,
kecuali ada ijin penyimpangan Tidak boleh mengadakan diskriminasi upah
laki/laki dan perempuan Bagi perusahaan yang memperkerjakan 25 orang buruh atau
lebih wajib membuat peraturan perusahaan Wajib membayar upah pekerja pada saat
istirahat / libur pada hari libur resmi Wajib mengikut sertakan dalam program
Jamsostek
E.
Bentuk
– bentuk Badan Usaha
Badan usaha adalah suatu
organisasi yang merupakan kesatuan yuridis dan yang berusaha mencari keuntungan
menggunakan faktor-faktor produksi. Disebut kesatuan yuridis karena biasanya
badan usaha berbadan hukum. Badan usaha yang berdasarkan pemilikan perusahaan
modal sendiri atau Badan Usaha Swasta antara lain:
1. Perusahaan Perorangan
Perusaaan perorangan adalah suatu badan usaha yang
dimiliki, dikelola, dan dipimpin seorang yang bertanggung jawab penuh terhadap
semua kekayaan dan kewajiban perusahaan. Tanggung jawab seorang pengusaha dalam
perrusahaan perorangan bersifat tidak terbatas. Dengan demikian, tidak ada
pemisahan kekayaan pribadi. Dalam hal iin usaha persyaratannya lebih mudah dan
sederhana jika dibandingkan dengan bentuk perusahaaan yang lain.
2. Firma
Firma merupakan suatu persekutuan antara dua orang
atau lebih yang menjalankan perusahaan dengan satu nama. Keuntungan yang
diperoleh dari pendirian firma tersebut kemudian dibagi sesama anggotanya.
Pendiri firma harus mengenal satu sama lain dengan baik. Hal ini berhubungan
dengan dengan tanggung jawab yuridis yang mengatakan bahwa setiap anggota firma
berhak bertindak atas nama firma. Resiko badan usaha firma ditanggung
bersama-sama secara tidak terbatas (tanggung jawab solider).
3. Perusahaan Komanditer (commanditaire
vernootschaap)
Perusahaan Komanditer (CV) adalah suatu persekutuan
yang terdiri atas beberapa orang yang berusaha dan beberapa orang yang hanya
menyerahkan modal saja. Orang yang aktif berperan dalam upaya mamajukan
perusahaan disebut sekutu aktif atau sekutu komplementer. Sedangkan orang yang
hanya menyerahka modal dan tidak terlibat secara langsung dalam menjalkan
perusahaan disebut sekutu pasif atau sekutu komanditer. Pembagian laba kepada
para sekutu sesuai dengan ketentuan yang tercantumdalam akte pendiraian CV.
4. Perseroan Terbatas (PT)
Perseroan Terbatas adalah suatu perseroan antara
dua atau lebih yang memperoleh modal dengan cara mengeluarkan saham. Pemilik
modal atau pemegang saham disebut sebagai persero yang bertanggung jawab hanya
sebesar modal yang diserahkan.
Pendirian PT harus memenuhi syarat formal dan
material. Syarat formal meliputi pembuatan akte pendirian didepan notaries dan
disahkan oleh menteri kehakiman melalui pengandilan negeri setempat. Pendirian
PT ini kemudian diumumkan dalam lembar berita Negara. Sedangkan syarat material
merupakan persyaratan untuk memenuhi syarat-syarat formal.
Syarat formal pendirian PT adalah sebagai berikut:
a. Modal statuter, yaitu modal yang besarnya
ditetapkan sebagai modal perusahaan yang dicantumkan dalam akte pendirian.
b. Modal yang ditetapkan, yaitu modal yang berupa
saham yang telah ada pemiliknya, besarnya minimal 20% dari modal statuter
c. Modal yang dosetor, yaitu modal yang telah
disetor secara tunai atau barang yang jika dinilai denan uang besarnya minimal
10% dari modal yang telah ditetapkan.
d. Modal portofolio, yaitu modal berupa saham yang
masih dalam perusahaan.
Menurut Kitab Undang-undang Hukum Dagang, dalam
rapat umum pemegang saham pembagian hak suara diatur sebagai berikut. Setiap
saham mempunyai hak 1 suara, jika saham yang dimilikijumlahnya dibawah 100
lembar, 3 suara jika jumlah saham lebih dari 300 lembar, dan paling banyak
mendapat 6 suara.
5. BUMN (Badan Usaha Milik Negara)
Badan Usaha Milik Negara adalah semua bentuk
perusahaan yang seluruh modalnya merupakan kekayaan Negara, kecuali ada
ketentuan lain berdasarkan undang-undang. Pasal 33 ayat 2 dan 3 UUD 1945
menyebutkan bahwa Negara menyelenggaran usaha-usaha produksi tertentu yang
menguasai hajat hidup orang banyak dalam wadah BUMN, PN, atau perusahaan
patungan. Perusahaan Negara dapat dimiliki oleh pemerintah pusat (BUMN) maupun
daerah (BUMD).
Berikut ini merupakan ciri-ciri umum BUMN antara
lain:
a. Melayani kepentingan masyarakat
b. Berusaha memperoleh keuntungan (laba)
c. Berstatus badan hukum dan tunduk pada peraturan
hukum di Indonesia
d. Bergerak dibidang produksi atau jasa yang
bersifat vital (menyangkut hajat hidup orang banyak)
e. Bertujuan membangun ekonomi nasional menuju
masyarakat adil dan makmur
f. Modalnya meliputi kekeyaan Negara yang
dipisah-pisahkan dan tidak terbagi-bagi atas saham-saham.
6. Koperasi
Koperasi adalah organisasi perekonomian rakyat yang
berasas kekeluargaan. Koperasi memiliki peranan memiliki menyejahterakan dan
mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat. Peranan koperasi dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu peranan ekonomi dan peranan social. Dua peran koperasi
ini mengacu pada tujuan yang sama, yaitu menyejahterakan kehidupan anggota dan
masyarakat umum.
https://puspasesy.wordpress.com/2013/10/28/bentu-bentuk-badan-usaha-tugas-softskill/
F.
Perusahaan
Persekutuan berbadan Hukum
Perusahaan-perusahaan
yang berbadan hukum adalah perusahaan yang didirikan dan dimiliki oleh
pengusaha swasta, dapat berbentuk perseroan terbatas, koperasi, dan yayasan.
G.
Penyatu
Perusahaan
Penggabungan
perusahaan merupakan kerja sama antar perusahaan. Penggabungan perusahaan
terjadi karena hal-hal berikut:
1. Perusahaan berskala kecil, umumnya mempunyai
pasar terbatas dan tidak mempunyai kemampuan menguasai pasar yang luas.
2. Kuantitas bahan baku yang dibeli perusahaan
kecil relatif sedikit sehingga harga belinya menjadi mahal. Akibatnya harga
jual produknya menjadi mahal.
3. Supply bahan baku untuk perusahaan kecil tidak
terus menerus sedangkan jumlah yang diinginkan pemasok tetap berkesinambungan.
4. Keinginan untuk bersaing dengan barang-barang
impor yang sering kali mempunyai harga jual relatif murah.
5. Untuk dapat mempergunakan teknologi baru yang
efisien, efektif serta dapat menciptakan barang-barang baru, sehingga biaya
penelitian yang sangat mahal dapat ditanggung bersama.
6. Keinginan untuk menguasai mata rantai (mulai
dari bahan baku, produksi, sampai pemasaran) dari satu atau beberapa jenis
produk sehingga dapat menguasai pasar produk tersebut.
7. Mengurangi pengaruh konjungtur
konjungtur : pertukaran naik turunnya kemajuan dan
kemunduran ekonomi yang terjadi secara berganti-ganti.
https://puspasesy.wordpress.com/2013/10/28/bentu-bentuk-badan-usaha-tugas-softskill/